Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Memahami Konsep Khiyar pada Transaksi Jual Beli dalam Ekonomi Islam

khiyar adalah memilih salah satu dari dua pilihan, yaitu membatalkan akad atau meneruskannya. Khiyar ini bertujuan untuk memberi kemudahan bagi para pihak yang bertransaksi apabila terjadi atau terdapat sesuatu pada objek yang diperjualbelikan, misalnya objek (barang) yang diperjualbelikan tersebut cacat tanpa pengetahuan salah satu atau dari kedua belah pihak yang berakad (bertransaksi).

Khiyar juga bisa dikatakan sebagai Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak yang melakukan transaksi”.

Hukum Khiyar

Hak khiyar (memilih) dalam jual beli, menurut islam dibolehkan, apakah meneruskan jual beli atau membatalkannya, tergantung keadaan (kondisi) barang yang diperjualbelikan.

Menurut Abdurrahman Al-Jaziri, status khiyar dalam pandangan ulama fiqih adalah disyariatkan atau dibolehkan, karena suatu keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan kemashlahatan masing-masing pihak yang melakukan transaksi.

Macam-macam Khiyar

Adapun macam-macam khiyar yang bersumber dari syara’ adalah sebagai berikut:

1. Khiyar mejelis
yaitu hak pilih dari kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan akad, selama keduanya masih berada dalam majelis akad (diruangan toko) dan belum berpisah badan.

Khiyar majelis berlaku dalam berbagai macam jual beli, seperti pengelolaan barang, jual beli makanan dengan makanan, akad pemesanan barang (salam), tauliyah, syirkah, dan shuluh (perdamaian) dengan memberikan sejumlah kompensasi.

Demikian ini sesuai dengan makna tekstual sabda rasulullah dalam hadist riwayat al-Bukhari, Muslim, Malik, dan lain-lain dari Ibnu Abbas, “Para pihak yang mengadakan jual beli berhak atas khiyar, selama mereka belum berpisah, atau hingga salah seorang dari mereka berkata kepada yang lain, ‘Segera tentukan pilihanmu.

Dalam kaitan pengertian berpisah dinilai dengan situasi dan kondisinya. Di rumah yang kecil dihitung sejak salah seorang keluar. Di rumah besar, sejak berpindahnya seorang salah seorang dari tempat duduk kira-kira dari dua atau tiga langkah. Jika keduanya bangkit dan pergi bersama-sama maka pengertian berpisah belum ada.Pendapat yang dianggap kuat, bahwa yang dimaksud berpisah disesuaikan dengan adat kebiasaan setempat.

Perpisahan (tafarruq) terjadi bila dua belah pihak telah memalingkan badan untuk meninggalkan tempat transaksi. Jaraknya kira-kira jika seseorang menyapa orang lain dalam kondisi normal, suaranya tidak terdengar.

Hal ini berdasarkan hadist riwayat Nafi’, bahwa bila Ibnu Umar membeli sesuatu, dia berjalan beberapa hasta untuk mengambil keputusan jual beli, kemudian beliau kembali. Perpisahan di dalam aturan syariat bersifat mutlak sehingga perlu dibatasi dengan batasan “perpisahan” yang telah dimaklumi bersama. Yaitu dengan memalingkan badan.

Sementara itu, menentukan pilihan (takhayur) praktiknya seperti ucapan salah satu pihak kepada pihak lain, “Pilih meneruskan atau membatalkan akad?” Lalu pihak lain berkata, “Aku pilih rneneruskan,: atau “Aku membatalkan akad.” Dengan begitu kesempatan khiyar pun habis, sesuai dengan hadits di depan, “Atau hingga salah seorang dari mereka berkata kepada yang lain, ‘Segera tentukan pilihanmu.

Habis masa khiyar majlis apabila:
a. Keduanya memilih akan meneruskan akad. Jika salah seorang dari keduanya memilih akan meneruskan akad, habislah khiyar dari pihaknya, tetapi hak yang lain masih tetap.

b. Keduanya terpisah dari tempat jual beli. Arti berpisah ialah menurut kebiasaan. Apabila kebiasan telah menghukum bahwa keadaan keduanya sudah berpisah, tetaplah jual beli antara keduanya. Kalau kebiasaan mengatakan belum berpisah, masih terbukalah pintu khiyar antara keduanya. Kalau keduanya berselisih-umpamanya seorang mengatakan sudah berpisah, sedangkan yang lain mengatakan belum-, yang mengatakan belum hendaklah dibenarkan dengan sumpahnya, karena yang asal belum berpisah.

2. Khiyar aib
Merupakan hak pembatalan jual beli dan pengembalian barang akibat adanya cacat dalam suatu barang yang belum diketahui, baik aib itu ada pada waktu transaksi atau baru terlihat setelah transaksi selesai disepakati sebelum serah terima barang. Penjual yang mengetahui barang dalam kondisi cacat, dia harus menjelaskannya.

Jika tidak menjelaskannya, dia telah melakukan tindakan penipuan. Namun, hukum jual beli itu tetap sah. Di sisi lain, ketika pembeli melihat cacat pada suatu barang yang masih berada pada penjual, dia boleh mengembalikan barang tersebut.

Adapun cacat yang terjadi sesudah akad sebelum barang diterima, maka barang yang dijual sebelum diterima oleh si pembeli masih dalam tanggungan si penjual. Kalau barang ada di tangan si pembeli, boleh dikembalikan serta diminta kembali uangnya.

Akan tetapi kalau barang itu tidak ada lagi; umpamanya yang dibeli itu kambing, sedangkan kambingnya sudah mati; atau yang dibeli tanah, sedangkan tanah itu sudah diwakafkannya, sesudah itu si pembeli baru mengetahui bahwa yang dibeli.

3. Khiyar ru’yah
Khiyar ru'yah yaitu khiyar (hak pilih) bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat ketika akad berlangsung. itu ada cacatnya, maka dia berhak meminta ganti kerugian saja sebanyak kekurangan harga barang sebab adanya cacat itu.

Misalnya barang yang cacat yang dikembalikan ada penambahan ketika berada pada pembeli dan penambahan tersebut tidak dapat dipisahkan, seperti kambing yang dibeli awalnya kurus kemudian menjadi gemuk di tangan pembeli, maka si pembeli tidak berhak meminta ganti rugi dan mengembalikan barang tersebut beserta penambahannya.

Jika penambahannya dapat dipisahkan, misalnya seperti anak tanaman dari tanaman yang dibeli itu cacat, barangnya dikembalikan dan penambahannya menjadi keuntungan si pembeli.

Barang dagangan boleh dikembalikan dengan syarat sebagai berikut:
1) Aib sudah ada sejak barang berada pada penjual, baik bersamaan dengan akad atau sebelum barang diserahkan.

2) Barang belum dimanfaatkan. Karena tindakan tersebut menunjukkan bahwa pembeli memang menyukai barang tersebut. Pembiaran tersebut dijadikan sebagai bentuk pemanfaatan barang karena bila pembeli tidak membiarkan pelana di atas punggung hewan, pasti dia tidak membawanya atau membebaninya.

Pembeli segera memberitahukan cacat yang baru terlihat kepada penjual agar penjual menentukan pilihan antara mengambil kembali barang atau membiarkannya ditambah uang kompensasi sebagai ganti kekurangan. Apabila pembeli menunda pemberitahuan itu tanpa alasan yang jelas, dia tidak berhak mengembalikan barang dan tidak berhak menuntut uang kompensasi.

4. Khiyar syarat 
merupakan hak pilih yang dijadikan syarat oleh keduanya (pembeli dan penjual), atau salah seorang dari keduanya sewaktu terjadi akad untuk meneruskan atau membatalkan akadnya itu, agar dipertimbangkan setelah sekian hari. Lama syarat yang diminta paling lama tiga hari.

Khiyar seperti ini sah walaupun waktunya lama. Khiyar syarat juga merupakan hak pilih yang dijadikan syarat oleh keduanya (pembeli dan penjual), atau salah seorang dari keduanya sewaktu terjadi akad untuk meneruskan atau membatalkan akadnya itu, agar dipertimbangkan setelah sekian hari. Lama syarat yang diminta paling lama tiga hari.

Contoh khiyar syarat, seseorang berkata: saya jual mobil ini dengan harga (Rp. 100.000.000,) dengan syarat boleh memilih selama tiga hari.

5. Khiyar ta’yin
Khiyar ta’yin,  yaitu hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda kualitas dalam jual beli. Contoh, pembelian keramik: ada yang berkualitas super (KW1) dan sedang (KW2). Akan tetapi pembeli tidak mengetahui secara pasti mana yang super dan berkualitas sedang, maka ia memerlukan pakar keramik da arsitek.

Khiyar seperti ini, menurut ulama Hanafiyah boleh, alasannya produk sejenis yang berbeda kualitas sangat banyak, sehingga maka ia membutuhkan seorang pakar. Agar tidak tertipu dan produk yang ia cari sesuai dengan keperluannya, maka khiyar ta’yin dibolehkan.

Akan tetapi, jumhur ulama fiqh tidak menerima keabsahan khiyar ta’yin yang dikemukakan ulama Hanafiyah ini. Alasan mereka dalm akad jual beli ada ketentuan bahwa barang yang diperdagangkan (al-sil’ah) harus jelas, baik kualitasnya, maupunkuantitasnya.

Dalam persoalan khiyar ta’yin, menurut mereka kelihatan bahwa indentitas barang yang akan dibeli belum jelas. Oleh karena itu, ia termasuk ke dalam jual beli al-ma’dun (tidak jelas indentitasnya) yang dilarang syara’.

Ulama Hanafiyah membolehkan khiyar ta’yin mengemukakan tiga syarat sebagai berikut:

  1. Pilihan dilakukan terhadap barang sejenis yang berbeda kualitas dan sifatnya.
  2. Barang itu berbeda sifat dan nilainya.
  3. Tenggang waktu harus ditentukan, yaitu menurut Imam Abu Hanafiyah tidak boleh lebih dari tiga hari. Hanya berlaku dalam transaksi yang bersifat pemindahan hak miliknyang berupa materi dan mengikat bagi kedua belah pihak, seperti jual beli. 

Hikmah Khiyar

Khiyar dapat membuat akad jual beli berlangsung menurut prinsip-prinsip islam, yaitu suka sama suka antara penjual dan pembeli.

Mendidik masyarakat agar berhati-hati dalm melakukan akad jual beli, sehingga pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik atau benar-disukainya.

Penjual tidak semena-mena menjual barangnya kepada pembeli, danmendidiknya agar bersikap jujur dalam  menjelaskan keadaan barangnya.Terhindar dari unsur-unsur penipuan baik dari pihak penjual maupun pembeli, karena ada kehati-hatian dalam proses jual beli.

Konsep Khiyar


Khiyar dapat memelihara hubungaan baik dan terjalin cinta kasih antar sesama. Adapun ketidakjujuran atau kecurangan pada akhirnya akan berakibat dengan penyesalan dan penyesalan salah satu pihak dapat mengarah kepada kemarahan, kedengkian, dendam dan akibat buruk lainnya.