Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Peran Lembaga Keuangan Syariah Dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

Hubungan antara perkembangan sector keuangan dan pertumbuhan ekonomi telah menjadi objek penelitian dalam berbagai literatur ekonomi pembangunan dan keuangan. Issu tentang keuangan dan pertumbuhan setidaknya telah dikemukakan sejak abad 19 oleh Joseph A.Schumpter (1912) yang mengemukakan urgensi sistem perbankan dan pertumbuhan tingkat pendapatan nasional dalam pembangunan ekonomi melalui identifikasi dan pembiayaan pada sector investasi produktif.

Selama ini pemegang sector keuangan yang telah mendunia dikuasai oleh keuangan konvensional dengan sistem bunganya yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, namun akhirnya krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997 telah membawa hikmah besar bagi perkembangan lembaga keuangan syariah. 

Pada saat keuangan atau bank konvensional sekarat, bank Muamalat dan bisnis syari’ah lainnya membuktikan bahwa sistem perekonomian berbasis bunga akan menimbulkan ketergantungan dan kesengsaraan jangka panjang. Sedangkan lembaga syari’ah tidak tergantung pada peran bunga, dan mampu membuktikan bahwa sistem ekonomi Islam memberikan kesejahteraan dan keadilan.

Lembaga keuangan syari’ah dibentuk sebagai perwujudan dari adanya kesadaran masyarakat terhadap aplikasi ajaran Islam dengan menggunakan sistem ekonomi Islam, yakni sistem ekonomi yang dilaksanakan dalam praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-hari bagi individu, keluarga, kelompok masyarakat maupun pemerintah/penguasa dalam rangka mengorganisasi faktor produksi, distribusi dan pemanfaatan barang dan jasa yang dihasilkan tunduk dalam peraturan /perundang-undangan Islam.

Sector keuangan memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan berbagai sector ekonomi. Ini dikarenakan lembaga perbankan mampu memobilisasi surplus modal dari pihak ketiga untuk diinvestasikan keberbagai sector ekonomi yang membutuhkan pembiayaan. Ketika sector keuangan tumbuh secara baik maka akan semakin banyak sumber pembiayaan yang dapat dialokasikan ke sektor-sektor produktif dan akan semakin bertambah pembangunan fisik modal yang bisa diciptakan yang nantinya akan berkontribusi.

Pertumbuhan dan kinerja positif sector keuangan akan berkorelasi positif terhadap kinerja ekonomi suatu Negara, dimana sector keuangan bisa menjadi sumber utama pertumbuhan sector riil ekonomi. Semakin banyak alokasi dana pihak ketiga yang dilokasikan pada sector-sektor riil maka akan semakin berkurang tingkat pengangguran dan kemiskinan dalam sebuah perekonomian.
Salah satu ciri utama perbankan Syari’ah yang berdampak positif terhadap pertumbuhan sector riil dan ekonomi adalah lembaga keuangan syari’ah yang lebih menekankan pada peningkatan produktivitas. Lembaga keuangan syari’ah adalah lembaga keuangan yang menekankan konsep Asset dan production based system (sistem berbasis Aset dan produksi) sebagai ide utamanya. 

Mudharabah dan musharakah adalah cerminan utama dari ide tersebut. Melalui pola pembiayaan seperti itu maka sector riil dan sector keuangan akan bergerak secara seimbang. Akibatnya semakin tumbuh perbankan syari’ah maka akan semakin besar kontribusinya terhadap kinerja dan pertumbuhan ekonomi. Jumlah kemiskinan dan pengangguran secara langsung akan teratasi melalui kinerja ekonomi yang baik.  

Berdasarkan penjelasan diatas maka penulis tertarik untuk mengkaji apa peranan lembaga keuangan syari’ah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, sehingga akan semakin jelas eksistensi lembaga keuangan syari’ah bagi perekonomian dunia.

Lembaga Keuangan Syari’ah
Berdasarkan keputusan Menteri Keuangan RI no 792 tahun 1990 menyatakan bahwa lembaga keuangan diberi batasan sebagai semua badan yang kegiatannya dibidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan. Lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan bidang keuangan. 

Kegiatan usaha lembaga keuangan dapat berupa menghimpun dana dengan berbagai skema atau melakukan kegiatan menghimpun dana dan menyalurkan dana sekaligus dimana kegiatan usaha lembaga keuangan diperuntukkan bagi investasi perusahaan, kegiatan konsumsi, dan kegiatan distribusi barang dan jasa. 

Secara umum lembaga keuangan berperan sebagai lembaga intermediasi keuangan. Intermediasi keuangan merupakan proses penyerapan dana dari unit surplus ekonomi, baik sector usaha lembaga pemerintah maupun individu (rumah tangga) untuk penyediaan dana bagi unit ekonomi lain.

Lembaga keuangan Syari’ah (LKS) adalah lembaga yang dalam aktifitasnya, baik penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syari’ah yaitu jual beli dan bagi hasil.

Lembaga keuangan syari’ah didirikan dengan tujuan mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip Islam, syariah dan tradisinya kedalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis yang terkait. Lembaga Keuangan Syariah sebagai bagian dari Sistem Ekonomi Syariah, dalam menjalankan bisnis dan usahanya juga tidak terlepas dari saringan Syari’ah. 

Adapun yang dimaksud dengan prinsip syari’ah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan dan keuangan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki wewenang dalam penetapan fatwa dibidang syari’ah. 

Prinsip syari’ah yang dianut oleh lembaga keuangan syari’ah dilandasi oleh nilai-nilai keadilan, kemanfaatan, keseimbangan dan keuniversalan (rahmatan lil ‘alamin).[5]Lembaga keuangan syari’ah mempunyai falsafah dasar yaitu mencari keridhaan Allah untuk memperoleh kebajikan didunia dan akhirat, oleh karena itu setiap kegiatan lembaga keuangan syari’ah yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntutan agama harus dihindari.

Dalam operasionalnya, Lembaga Keuangan Syariah berada dalam koridor-koridor prinsip-prinsip:
  1. Keadilan, yakni berbagi keuntungan atas dasar penjualan riil sesuai kontribusi dan resiko masing-masing pihak
  2. Kemitraan, yang berarti posisi nasabah investor (penyimpan dana), dan pengguna dana, serta lembaga keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh keuntungan;
  3. Transparansi, lembaga keuangan Syariah akan memberikan laporan keuangan secara terbuka dan berkesinambungan agar nasabah investor dapat mengetahui kondisi dananya;
  4. Universal, yang artinya tidak membedakan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Tujuan dan fungsi LKS dalam perekonomian adalah:
  1. Kemakmuran ekonomi yang meluas, tingkat kerja yang penuh dan tingkat pertumbuhan yang optimum.
  2. Keadilan-sosial-ekonomi dan distribusi pendapatan serta kekayaan yang merata.
  3. Stabilitas mata uang.
  4. Mobilisasi dan investasi tabungan yang menjamin adanya pengembalian yang adil.
  5. Pelayanan yang efektif.
Ciri-ciri sebuah Lembaga Keuangan Syariah dapat dilihat dari hal-hal sebagai berikut:
  1. Dalam menerima titipan dan investasi, Lembaga Keuangan Syariah harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah
  2. Hubungan antara investor (penyimpan dana), pengguna dana, dan Lembaga Keuangan Syariah sebagai intermediary institution, berdasarkan kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur
  3. Bisnis Lembaga Keuangan Syariah bukan hanya berdasarkan profit orianted, tetapi juga falah orianted, yakni kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat;
  4. Konsep yang digunakan dalam transaksi Lembaga Syariah berdasarkan prinsip kemitraan bagi hasil, jual beli atau sewa menyewa guna transaksi komersial, dan pinjam-meminjam (qardh/ kredit) guna transaksi sosial;
  5. Lembaga Keuangan Syariah hanya melakukan investasi yang halal dan tidak menimbulkan kemudharatan serta tidak merugikan syiar Islam.
Dalam membangun sebuah usaha, salah satu yang dibutuhkan adalah modal. Modal dalam pengertian ekonomi syariah bukan hanya uang, tetapi meliputi materi baik berupa uang ataupun materi lainnya, serta kemampuan dan kesempatan. Salah satu modal yang penting adalah sumber daya insani yang mempunyai kemampuan di bidangnya.

Sumber Daya Insani (SDI) yang dibutuhkan oleh sebuah lembaga keuangan syariah, adalah seorang yang mempunyai kemampuan profesionalitas yang tinggi, karena kegiatan usaha lembaga keuangan secara umum merupakan usaha yang berlandaskan kepada kepercayaan masyarakat. 

Untuk SDI lembaga keuangan syariah, selain dituntut memiliki kemampuan teknis perbankan juga dituntut untuk memahami ketentuan dan prinsip syariah yang baik serta memilik akhlak dan moral yang Islami, yang dapat dijabarkan dan diselaraskan dengan sifat-sifat yang harus dipenuhi, yakni:
  1. Siddiq, yakni bersikap jujur terhadap diri sendiri, terhadap orang, dan Allah SWT
  2. Istiqomah, yakni bersikap teguh, sabar dan bijaksana;
  3. Fathonah, yakni professional, disiplin, mentaati peraturan, bekerja keras, dan inovatif
  4. Amanah, yakni penuh tanggungjawab dan saling menghormati dalam menjalankan tugas dan melayani mitra usaha;
  5. Tabligh, yakni bersikap mendidik, membina, dan memotivasi pihak lain untuk meningkatkan fungsinya sebagai kalifah di muka bumi.
Selain peningkatan kompetensi dan profesionalisme melalui pendidikan dan pelatihan, perlu juga diciptakan suasana yang mendukung di setiap lembaga keuangan syariah, tidak terbatas hanya pada layout serta physical performance, melainkan juga nuansa non fisik yang melibatkan gairah Islamiyah. 

Hal ini perlu dilakukan sebagai environmental enforcement, mengingat agar sumber daya yang telah belajar dan mendapatkan pendidikan serta pelatihan yang baik, ketika masuk ke dalam pekerjaannya menjadi sia-sia karena lingkungannya tidak mendukung.

Lembaga keuangan syari’ah terdiri dari lembaga keuangan berupa Bank dan Lembaga keuangan non Bank. Lembaga keuangan berupa Bank adalah lembaga yang bergerak dalam bidang-bidang perbankan, khususnya perbankan Syari’ah. 

Seperti Bank umum Syari’ah dan Bank pembiayaan rakyat syari’ah. Disamping lembaga keuangan yang berupa bank terdapat pula lembaga keuangan non bank yang didasarkan pada keputuan Mentri Keuangan Nomor 792/MK/ IV/12/70 tanggal 7 Desember 1970. Keputusan ini kemudian diubah dan ditambah dengan keputusan Mentri keuangan No. 38/MK/IV/ I/72 tanggal 18 Januari 1972. 

Lembaga keuangan non bank menurut ketentuan ini adalah usaha yang melakukan kegiatan dibidang keuangan yang menghimpun dana dengan mengeluarkan kertas berharga dan menyalurkannya untuk membiayai investasi perusahaan. 

Lembaga ini juga diperbolehkan menerima dana dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Namun berdasarkan kebijakan pakto 27, 1988, lembaga ini dapat menerbitkan sertifikat deposito sebagai sumber dana dan dapat mendirikan kantor-kantor cabang didaerah-daerah.

Seperti pasar modal, pasar uang, perusahaan asuransi, dana pension, perusahaan modal ventura, perusahaan/ lembaga pembiayaan, keuangan mikro, dan pegadaian.

Prinsip yang dianut oleh lembaga keuangan non-syariah adalah:
  1. Larangan menerapkan bunga pada semua bentuk dan jenis transaksi
  2. Menjalankan aktivitas bisnis dan perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang halal.
  3. Mengeluarkan zakat dari hasil kegiatannya.
  4. Larangan menjalankan monopoli.
  5. Bekerja sama dalam membangun masyarakat, melalui aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang oleh Islam.
Lembaga keuangan Syari’ah secara konsepsional dilaksanakan dengan maksud menghidarkan riba dengan segala praktek dan inovasinya, yang memiliki dua sifat utama yakni bunga berlipat dan aniaya. Selain itu juga untuk membangun budaya baru dalam pengelolaan perbankan yang mendapat titipan dana dari masyarakat, dengan menghindari penentuan prosentase bunga yang pasti untung, sebelum dilakukan.

Berdasarkan defenisinya sistem keuangan mempunyai tugas utama yaitu mengalihkan dana dari penabung kepada peminjam untuk kemudian digunakan untuk membeli barang dan jasa-jasa disamping untuk investasi sehingga ekonomi dapat tumbuh dan meningkatkan standar kehidupan. 

Sistem keuangan syari’ah merupakan sistem keuangan yang menjembatani antara pihak yang membutuhkan dana (deficit spending unit) dengan pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus spending unit) melalui produk dan jasa keuangan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah.
Prinsip utama yang dianut oleh lembaga keuangan syari’ah dalam menjalankan transaksi kegiatan usahanya adalah: menjauhi apa yang dilarang dalam syari’ah. Ada tiga bentuk hal yang dilarang dalam syari’ah yaitu:

1. Pelarangan secara produk/barang
Yang termasuk dalam pelarangan secara produk yaitu barang-barang yang dilarang untuk dikonsumsi seperti narkotika, khamar, pornography,dll.

2. Pelarangan selain produk
Pelarangan selain produk adalah dalam bentuk tidak adanya kerelaan/keridhaan dan adanya kedzaliman baik itu didzalimi atau menzdalimi.

3. Unligitimate
Pelarangan berdasarkan unligitimate adalah tidak memenuhi rukun jual-beli dan satu transaksi bersyarat pada transaksi yang lain.

Pelarangan tersebut berimplikasi pada tidak terjadinya eksploitasi, sehingga dapat mengoptimalkan aliran investasi tersalur lancar kesektor riil, mencegah penumpukan harta pada sebahagian orang, mencegah timbulnya gangguan-gangguan dalam sector riil seperti inflasi dan penurunan produktivitas ekonomi makro.

Produk-produk yang digunakan dalam lembaga keuangan Syari’ah adalah: Al-Wadi’ah (titipan yang merupakan amanat ditangan penerima titipan), Al-Musyarakah, Al-Mudharabah, Al-Muzara’ah, Almusaqah, Bai Almurabahah,dan  Bai As-salam.

Berbagai produk dan aplikasinya dalam perbankan, kinerja lembaga keuangan syari’ah mengacu pada prinsip non bunga, karena Islam melarang adanya unsur riba dalam transaksi.

Di atas telah disebutkan bahwa lembaga keuangan syariah bukan hanya bank, secara garis besar dapat digambarkan di bawah ini lembaga-lembaga keuangan syariah yang ada, yaitu: LKS yang bersifat komersil dan LKS yang sifatnya nirlaba. LKS yang sifatnya komersil antara lain: pegadaian Syari’ah, pasar modal Syari’ah, Reksadana syari’ah, dan obligasi Syari’ah. Sedangkan LKS yang sifatnya nirlaba yaitu organisasi pengelola zakat, baik pengelola zakat, badan amil zakat dan badan wakaf, serta bank mikro syari’ah seperti Bank BMT (Baitul Maal Wa Tamwil).

Pertumbuhan Ekonomi

Pengembangan teori pertumbuhan ekonomi telah secara luas digunakan sebagai literatur dalam studi bidang pembangunan ekonomi, makro ekonomi dan bidang studi lain yang ada hubungannya. Beberapa teori tersebut diperkenalkan oleh rostow, Harrod (1939), Domar (1946), Lewis (1954), dan Solow (1960). Namun hanya beberapa teori tersebut yang fokus terhadap peranan sector keuangan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Disisi yang lain, Harrod dan Domar berpendapat bahwa untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan maka diperlukan peningkatan investasi baru, sehingga rasio tabungan nasional dan pendapatan nasional menentukan tingkat pendapatan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran meningkat. Ciri-ciri terjadinya pertumbuhan ekonomi adalah jika suatu negara mampu menghasilkan barang dan jasa dari waktu ke waktu meningkat, dan bertambahnya faktor produksi baik dari jumlah maupun kualitasnya. Faktor-faktor produksi tersebut adalah tenaga kerja, tanah, modal, dan keahlian.

Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauhmana aktivitas perekonomian akan menghasilkan pertambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap factor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. 


Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat. Dengan kata lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada perubahan yang bersifat kuantitatif dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestic Bruto (PDB) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun).

Ada empat pendekatan yang bisa menjelaskan hubungan sebab akibat antara sector keuangan dan pertumbuhan ekonomi. Yaitu:
  1. Keuangan adalah factor penentu pertumbuhan ekonomi (Finance-led growth hypothesis) atau biasa disebut “supply-leading view
  2. Keuangan mengikuti pertumbuhan ekonomi (growth-led finance hypothesis) atau biasa disebut “demand-following view
  3. Hubungan saling mempengaruhi antara keuangan dan pertumbuhan atau biasa disebut “ the bidirectional causality view”
  4. Keuangan dan pertumbuhan tidak saling berhubungan atau biasa disebut “the independent hypothesis”
Pada pendekatan pertama yaitu the finance-led growth hypothesis” dan “supply leading view”, teori ini secara umum menganggap bahwa sector keuanganlah yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Sementara itu dalam sistem keuangan Islam, penelitian empiris sejauh ini yang telah dilakukan untuk menganalisis tingkat efisiensi, superioritas dan stabilitas Bank-bank Islam dibandingkan bank-bank konvensional untuk mencapai target fungsi intermediasi moneter yang difokuskan pada pencapaian kesinambungan pertumbuhan riil ekonomi, penurunan inflasi dan pengangguran. 

Hasilnya menunjukkan bahwa sistem keuangan yang tidak menggunakan bunga (interest-free banking system) adalah lebih unggul dalam mencapai target moneter (darrat, 1988). Sementara itu Yousefi at.al (1997) dan Yusuf dan Wilson (2005) menemukan bahwa tidak ada bukti secara empiris yang menunjukkan keunggulan dan stabilitas sistem Bank non riba dibandingkan dengan Bank yang menggunakan riba. Sedangkan Hafaz (2007) dalam penlitiannya tentang kontribusi perbankan Islam terhadap perekonomian Malaysia menemukan adanya hubungan yang signifikan antara pertumbuhan ekonomi dan dana pihak ketiga yang dikumpulkan oleh bank-bank Islam. 

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
  1. Lembaga Keuangan Syari’ah adalah lembaga yang menjalankan bisnis dan usaha-usahanya berdasarkan prinsip syari’ah salah satunya adalah jual-beli dan bagi hasil dengan mengedepankan keadilan, kemitraan, universal dan transparansi.
  2. Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran meningkat, berdasarkan penilaia terhadap peningkatan pada rumus GDP. Dimana terjadi peningkatan terhadap konsumsi, investasi, pendapatan pemerintah dan ekspor-impor.
  3. Peranan lembaga keuangan syari’ah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan menerapkan prinsip-prinsip syari’ah dalam pengelolaan lembaga keuangan seperti jual-beli dan bagi hasil maka secara tidak langsung lembaga keuangan Syari’ah tidak hanya menyentuh sekktor moneter tetapi juga telah menyentuh sector riil yang mengakibatkan aliran investasi tidak terbendung, sehingga terjadi peningkatan terhadap usaha-usaha produktif. Yang akhirnya juga meningkatkan pendapatan rumah tangga, Negara, serta kegiatan ekspor-impor.
Daftar Kepustakaan
  • Abduh, M dan Omar, M.Azmi, Perbankan Syari’ah dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia, International Jurnal Of Islam dan Manajemen Keuangan Timur Tengah, Vol.5, No 1, 2012.
  • Adiwarman A.Karim, 2013, Bank Islam (Analisis Fiqh dan Keuangan), Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  • Ahmad Rafiq,  2004, Fiqh Kontekstual, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  • Ali Rama, 2013, Analisis Kontribusi Perbankan Syari’ah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Article, Vol.2, No1. April
  • Arif Mufraini, 2006, Akuntansi dan Manajemen Zakat (mengomunikasika kesadaran dan membangun Jaringan), Jakarta: Kencana
  • Dahlan Siamat, 2001, Manajemen Lembaga Keuangan, Jakarta: Fakultas Ekonomi UI
  • Darrat, AF, The Islamic Interest-Free Banking System: Some Empirical Evidence, Apllied Economic, 20, (1988), 417-425.
  • Fahmi Irham, 2014, Bank dan lembaga Keuangan Lainnya, Jakarta: Alfabeta
  • Furqani, H. dan Mulyany, R., "Islamic Banking and Economic Growth: Emperical Evidence From Malaysia", Journa of Econimic Cooperation and Development,  Vol. 30, 2009, pp. 59-74. Tersedia dari: www.sesric.org/files/article/308.pdf
  • Heri Sudarsono, 2003, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: EKONOSIA.
  • Hermes, N. dan Lensink, R., pengembangan keuangan dan pertumbuhan ekonomi: teori dan pengalaman dari negara-negara berkembang. New York: Routledge, 1996.
  • http://www.bmtalhuda.com/2011/09/sejarah-lembaga-keuangan-syari’ah-di.html diakses pada tanggal 9 maret 2015
  • Jung, WS, Pengembangan-Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi: Internasional Evidence‖, Pembangunan Ekonomi dan Perubahan Budaya, 34, (1986), 336-346.
  • Muhammad Abdul Karim, Kamus Bank Syari’ah Yogyakarta: Asnaliter
  • Muhammad Syafi’I Antonio, 1999, Bank Syari’ah Wacana Ulama dan Cendikiawan, Jakarta: Tazkia Institute.
  • Najamuddin, Aplikasi Musyarakah dan Mudharabah dalam Perbankan Syariah, diaksesdari:http://www.badilag.net/data/ARTIKEL/EKONOMI%20SYARIAH/aplikasi_musyarakah_dan_mudharab.pdf, tanggal 25 Agustus 2016, 09:06
  • Nurul Huda, Mohammad Heykal, 2010, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Teoritis dan Praktis, Jakarta: Kencana
  • Rioja, F. dan Valev, N., "Keuangan dan sumber-sumber pertumbuhan pada berbagai tahap ekonomi pembangunan ", Kertas Kerja 02-17, Georgia State University, 2002. Tersedia dari: www.gsu.edu/~econtv/sources_of_growth.pdf Jurnal Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan, 30, 2 (2009), 59-74
  • Suhrawardi K.Lubis, 2002, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika.
  • Soemitra Andri, 2009, Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah, Jakarta: Kencana.
  • Xu, Z, “ Financial Development, Investmen and Economic Development”, Ekonomi Inquiry, 38, (2000), 331-344.
  • Yusof, Remali dan Wilson, Rodney, an Econimic Analiysis of convetional and Islamic Bank Deposits in Malaysia”, 9, 1, (2005), 31-52.
  • Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor, 2008, Pengantar Keuangan Islam: Teori dan Praktik, Jakarta: Kencana.