Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Memahami Prilaku Konsumen Dalam Ekonomi Mikro Islam

Dalam melakukan kegiatan konsumsi, Islam telah mengaturnya secara baik. Prilaku konsumsi Islami membedakan konsumsi yang dibutuhkan (needs) yang dalam Islam disebut kebutuhan hajat dengan konsumsi yang dinginkan (wants) atau disebut syahwat. 

Konsumsi yang sesuai kebutuhan adalah konsumsi terhadap barang dan jasa yang benar-benar dibutuhkan untuk hidup secara wajar. Sedangkan konsumsi yang disesuai dengan keinginan merupakan konsumsi yang cenderung berlebihan, mubazir dan boros.

Dalam melakukan konsumsi yang bersifat memenuhi keinginan (wants) adalah konsumsi yang tidak mempertimbangkan:
  • Apakah yang dikonsumsi tersebut ada maslahanya atau tidak
  • Tidak mempertimbangkan norma-norma yang disyariat-kan dalam Islam.
  • Kurang atau tidak mempertimbangkan akal sehat.
  • Konsumsi yang sesuai dengan kebutuhan merupakan konsumsi yang betul-betul dibutuhkan untuk hidup secara wajar dan memperhatikan maslahatnya. Artinya konsumsi tersebut dilakukan karena barang dan jasa yang dikonsumsi mempunyai maslahat dan dibutuhkan secara riil serta memperhatiakan normanya. Mempunyai mashlahat itu artinya bahwa barang dan jasa yang dikonsumsi mem-berikan manfaat untuk kehidupan dan berkah untuk hari akhirat.
  • Konsumsi yang sesuai dengan kebutuhan dibagi dalam 3 (tiga):
  • Kebutuhan yang bersifat dhoruriyat yaitu kebutuhan dasar dimana apabila tidak dipenuhi maka kehidupan termasuk dalam kelompok fakir seperti sandang, pangan, papan, nikah, kendaraan dan lain lain.
  • Kebutuhan yang bersifat hajiyaat yaitu pemenuhan kebutuhan (konsumsi) hanya untuk mempermudah atau menambah kenikmatan seperti makan dengan sendok. Kebutuhan ini bukan merupakan kebutuhan primer.
  • Kebutuhan yang bersifat tahsiniya tyaitu kebutuhan di atas hajiyat dan di bawah tabzir atau kemewahan

Dalam perspektif ekonomi Islam perilaku konsumsi seorang muslim didasarkan pada beberapa asumsi:
  • Islam merupakan suatu agama yang diterapkan di tengah masyarakat.
  • Zakat hukumnya wajib.
  • Tidak ada riba dalam masyarakat.
  • Prinsip mudharabah diterapkan dalam aktivitas bisnis.
  • Konsumen berpenlaku rasional yaitu berusaha mengoptimalkan kepuasan.

Seorang muslim meskipun memiliki sejumlah harta, ia tidak akan memanfaatkannya sendiri, karena dalam Islam setiap muslim yang mendapat harta diwajib-kan untuk mendistribusikan kekayaan pribadinya itu kepada masyarakat yang membutuhkan (miskin) sesuai dengan aturan syariah yaitu melalui Zakat, Infak,  Sedekah dan Wakaf (ZISWA).



Baca Juga:  Prinsip Dasar Produksi dalam Ekonomi Islam

Masyarakat yang tidak berpunya atau miskin berhak untuk menerima ZISWA tersebut sebagai bentuk distribusi kekayaan. Intinya bahwa tingkat konsumsi seseorang itu (terutama Muslim) didasarkan pada tingkat pendaapatan dan keimanan. Semakin tinggi pendapatan dan keimanan sesorang maka semakin tinggi pengeluarannya untuk hal-hal yang bernilai ibadah sedangkan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan dasar tidak akan banyak pertambahannya bahkan cenderung turun.