Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Akad Asuransi Syariah Yang Perlu Dipahami


Akad memiliki arti perjanjian. Akad dalam asuransi syariah memiliki perbedaan dengan akad asuransi konvensional. Dalam menyusun akad asuransi syariah harus berdasarkan niat untuk mencari ridho dan berkah Allah SWT. Berikut adalah akad asuransi syariah :

1. Akad Tabarru

Tabarru memiliki arti yaitu hibah dalam kebaikan, derma, atau sumbangan. Akad tabarru ada dalam fatwa DSN No.53/DSN-MUI/III/2006. Akad tabarru dilakukan bertujuan untuk saling tolong menolong antara sesama peserta bukan ditujukan untuk komersial yang menguntungkan perusahaan asuransi syariah.

Tabarru dalam makna hibah terdapat dalam firman Allah surat An-Nisa’ (4):4. Akad tabarru tidak dipergunakan untuk transaksi yang bersifat komersial atau mencari sebuah keuntungan. Perusahaan asuransi akan bertindak untuk mengolah dana hibah, hal itu berdasar akad waklah dari peserta selain pengelolaan infestasi.

Kontribusi yang dibayar oleh peserta premi terdiri atas 2 dana yaitu dana tabarru untuk kepentingan sesama peserta asuransi dan dana ujrah atau fee untuk perusahaan asuransi yang sudah mengelola dan asuransi.

2. Akad Wakalah bil Ujrah

Akad asuransi syariah yang satu ini sesuai dengan fatwa DSN No.52/DSN-MUI/111-2006. Yang melakukan akad wakalah bil ujrah adalah perusahaan asuransi dengan peserta asuransi. Peserta akan memberikan kuasa kepada perusahaan asuransi dengan imbalan ujrah (fee), itulah bentuk akad wakalah bil ujrah.

Dalam akad yang satu ini perusahaan asuransi bertindak sebagai wakil yang memiliki kuasa dari peserta asuransi untuk mengolah dan asuransi tersebut, sedangkan peserta asuransi atau pemegang polis bertindak sebagai pemberi kuasa. Pengolahan dana yang dilakukan oleh perusahaan asuransi harus sesuai dengan syariah.

Hasil investasi dari dana tabarru beserta asuransi akan menjadi hak kolektif semua peserta asuransi yang akan dibukukan dalam akun tabarru. Dari hasil investasi tersebut perusahaan asuransi dan reasuransi syariah akan memperoleh bagian hasil investasi berdasarkan dengan akad mudharabah atau akad mudharabah musytarakah. Sedangkan untuk memperoleh fee atas pengelolaan dana yang sudah dilakukan akan ditentukan oleh akad wakalah bil ujrah.

3. Akad Mudharabah

Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001 menjelaskan mengenai akad mudharabah atau disebut juga akad tijarah yang menjadi salah satu akad asuransi syariah. Dalam akad ini perusahaan akan bertindak sebagai pengelola dana asuransi atau mudharib.

Peserta asuransi memberikan kuasa kepada perusahaan asuransi untuk mengolah sepenuhnya dana akad tabarru dan dana investasi peserta asuransi. Dengan kuasa yang diberikan maka perusahaan mendapatkan imbalan berupa bagi hasil atau nisbah yang besarnya telah disepakati oleh perusahaan asuransi dan peserta asuransi.

4. Akad Mudharabah Musytarakah

Dalam fatwa DSN No.51/DSN-MUI/III/2006 menjelaskan bahwa akad mudharabah musytarakah merupakan akad yang terbentuk dari perpaduan akad mudharabah dan akad musyarakah. Dalam hal ini perusahaan asuransi sebagai pengelola atau mudharib akan menyertakan juga modal atau dananya bersama dengan investasi dana peserta asuransi.

Dana tersebut akan investasikan secara bersama-sama dalam portofolio. Hasil investasi dibagi sesuai dengan nisab yang telah disepakati oleh kedua belah pihak atau dibagi secara proporsional antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransi sesuai dengan besar modal atau dana masing-masing yang telah diinvestasikan di awal. 

Pembagian tersebut dilakukan dengan kesepakatan bersama sesuai dengan syariah yang dijadikan landasannya. Maka dengan itu tidak akan terjadi perselisihan antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransi atas pembagian hasil investasi.

Itulah akad asuransi syariah yang perlu dipahami sebelum bergabung dalam perusahaan asuransi. Akad yang ada dalam perusahaan asuransi syariah adalah akad yang menguntungkan kedua belah pihak. Asuransi syariah merupakan asuransi yang aman, karena dilakukan untuk mendapatkan ridho Allah SWT.