Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Konsep Ar-Rahn dalan Pembiayaan Syariah

Salah satu produk dalam pembiayaan syariah yang berkembang cukup pesat di Indonesia dan khususnya dalam praktik perbankan syariah adalah Rahn. Kekhasan produk perbankan syariah ini diminati masyarakat karena memberikan dukungan dalam memperoleh modal dalam mendukung kegiatan usaha masyarakat.

Pelaksanaanya yang mudah dan cepat serta halal menjadi salah satu pertimbangan mengapa produk ini menjadi pilihan bagi konsumen.

Definisi Rahn

Rahn yaitu menahan salah satu harta dari si peminjam yang diperlakukan sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.Menjadikan suatu benda berharga dalam pandangan syara’ sebagai jaminan hutang dengan kemungkinan hutang tersebut bisa dilunasi dengan barang tersebut atau sebagiannya.

Dalam gadai syariah ini, barang yang ditahan mempunyai nilai ekonomis dan pihak yang menahan akan memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagai piutangnya.

Dasar hukum Rahn

1. Al-Quran: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah secara tidak tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).” surat al-Baqarah:283.

2. Hadis: Riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah ra., ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah saw. membeli makanan dengan berhutang dari seorang Yahudi dan menggadaikan sebuah baju besi kepadanya”.

3. Ijma’: Para ulama mujtahidin berijma’ atas disyariatkannya rahn. (al-Zuhaili, al Fiqh al Islami wa Adillatuhu, 1985, V:181).

Rukun dan Syarat Rahn

  1. Rahin, yaitu orang yang menggadaikan.
  2. Murtahin, yaitu orang yang menerima gadai. Syarat bagi keduanya adalah keduanya harus ahli tasarruf (orang yang tindakannya itu  berakibat hukum  menurut syara’).
  3. Marhun, yaitu borg/barang jaminan). Adapun syaratnya: mempunyai nilai menurut syariat, harus ada pada waktu akaad dan harus bisa diserahkan seketika kepada  Murtahin atau wakilnya.
  4. Marhun Bih/Dain, yaitu hutang. Syaratnya: harus jelas bagi Rahin dan Murtahin, harus tetap dapat dimanfaatkan, dan harus lazim (mengikat) pada waktu akad.
  5. Ijab dan Qabul, yaitu pernyataan gadai  dari para pihak. Syaratnya yaitu: keduanya jelas mengungkapkan keinginan membuat akad rahn, kesesuaian qabul dengan ijab, masing-masing orang yang berakad mengetahui maksud lawannya, dan persambungan qabul dengan ijab dalam majlis  akad.
Berakhirnya Akad Rahn

  1. Barang jaminan telah diserahkan kepada pemiliknya.
  2. Rahin membayar hutangnya.
  3. Barang gadai dijual dengan perintah hakim atas perintah Rahin.
  4. Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun tidak disetujui Rahin.

Mengapa Produk Rahn Berkembang dengan Pesat?

Produk rahn berkembang pesat disebabkan oleh sebagai berikut:
  1. Loyalitas nasabah loyalitas itu terjadi karena kesadaran nasabah dan pelayanan yang cukup baik (praktis, cepat dan ramah).
  2. Produk halal: Tidak terlibat dengan bunga/riba (menentramkan).
  3. Resiko tidak terlalu besar: Sebab seluruh pinjaman yang diajukan telah dijamin dengan barang gadaian yang nilainya melebihi nilai pinjaman.
  4. Berkah. 
Perbedaan Pegadaian Syariah dan Pegadaian Konvensional

Perbedaan pegadaian syariah dan konvendioanal adalah sebagai berikut:
  • Rahn berlandaskan hukum Islam, sementara pegadaian konvensional hanya berlandaskan hukum perta.
  • Pegadaian syariah dilakukan secara sukarela dengan dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan. Sedangkan konvensional selain berprinsip tolong menolong juga mencari keuntungan dengan menarik bunga atau sewa modal.
  • Pegadaian syariah memungut biaya Rahn sementara pegadaian konvensional memungut biaya bunga.
  • Hak rahn bisa untuk harga bergerak dan tidak bergerak sementara hak gadai konvensional hanya untuk harta bergerak saja.

Operasionalisasi Pegadaian Syariah

Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional, Pegadaian Syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak.

Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang lebih 15 menit saja). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat.

Di samping beberapa kemiripan dari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek landasan konsep; teknik transaksi; dan pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional. Lebih jauh tentang  ketiga aspek tersebut,  dipaparkan dalam uraian berikut.

Pendanaan

Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja.

Teknik transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan Pegadaian 

Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian: hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir.

ar rahn


Sehingga pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan.