Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Aqiqah; Tata Cara dan Ketentuannya

Sejarah Aqiqah

Kebiasaan melakukan “aqiqah” ini tidak dimulai pada masa islam, tetapi jauh pada sebelumnya sudah menjadi kebiasaan orang-orang Jahiliyah. Ada tiga macam kebiasaan Arab Jahiliyah yang berkaitan dengan sembelihan hewan, yaitu:

  1. Al-‘Aqiqah, ialah sembelihan hewan yang dilakukan bagi bayi pada hari ketujuh dari hari kelahirannya. Acara ini dilakukan oleh mereka dengan beberapa rangkaian, termasuk di antaranya, menyapukan darah sembelihan itu di atas kepala sang bayi.
  2. Ar-Rajbiyyah, ialah sembelihan terhadap anak unta yang dilakukan pada bulan Rajab.
  3. Al-‘Atirah, ialah sembelihan terhadap anak unta pertama yang dilakukan apabila anak-anak unta itu telah mencapai sepuluh ekor.

Ketika Islam datang, semua kebiasaan menyembelih itu kemudian dihapus dan diganti dengan kebiasaan baru yang disyariatkan oleh Islam, yaitu apa yang kita namakan “sembelihan kurban”, yang dilakukan selama 3 hari berturut-turut pada hari-hari Tasyriq. Satu-satunya kebiasaan Arab Jahiliyah yang masih dilestarikan oleh Islam hingga kini ialah “aqiqah” itu.

Selain itu, di masa Arab Jahiliyah yang diakikah itu hanyalah anak laki karena anak perempuan dianggap sebagai pembawa aib dalam keluarga dan dalam kehidupan suku. Tidak heran jika di masa itu sebagian suku melakukan praktek keji terhadap anak perempuan, yaitu menguburkan hidup-hidup agar tidak membawa aib jika dewasa nanti.

Tradisi Jahiliyah yang keji dan tidak manusiawi itu dihapus oleh Islam. Islam mengajarkan agar anak perempuan juga diakikah sama dengan anak laki. Sebab, Islam mengajarkan prinsip kesetaraan dan kesederajatan manusia, tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki di hadapan Allah.

Keduanya sama-sama manusia dan keduanya sama-sama hamba dan ciptaan Allah yang berpotensi menjadi khalifah fil ardh (pemimpin dalam kehidupan dunia). Keduanya akan mendapat pahala yang sama jika berbuat baik, sebaliknya juga akan mendapatkan ancaman siksaan jika berbuat dosa.

Keduanya sama-sama diwajibkan melakukan amar makruf nahy mungkar, melakukan kebajikan atau upaya-upaya humanisasi dan menghindarkan perilaku keji dan tercela.

Aqiqah

Aqiqah, menurut arti bahasa adalah memutus atau melubangi.Sedangkan menurut istilah syara' adalah suatu sembelihan yang di sembelih atas nama Allah dikarenakan lahirnya seorang anak sebgai penebus atas anak tersebut.

Inti dari pelaksanaan aqiqah adalah merayakan kehadiran anak sebagai tanda syukur ke hadirat Allah swt yang menganugerahkan anak tersebut. Islam mengajarkan kepada penganutnya agar merayakan kehadiran anak, tanpa membedakan anak laki dan anak perempuan, anak yang lahir normal maupun yang berbeda dari normal (difabel).

Demikian juga, tanpa membedakan status perkawinan kedua orang tuanya. Anak tidak boleh mendapat stigma dan perlakuan diskriminatif karena kesalahan atau dosa orang tua. Apa pun kondisinya, kelahiran anak harus disyukuri sebagai nikmat sekaligus amanah dari Allah swt.

Dalil dalil tentang beraqiqah

Dari Salman bin ‘Amir Ad-Dhabiy, dia berkata : Rasululloh bersabda : “Aqiqah dilaksanakan karena kelahiran bayi, maka sembelihlah hewan dan hilangkanlah semua gangguan darinya.” (Hadist Shahih  Riwayat Bukhari).

Dari Samurah bin Jundab dia berkata : Rasulullah bersabda : “Semua anak bayi tergadaikan dengan aqiqahnya yang pada hari ketujuhnya disembelih hewan (kambing), diberi nama dan dicukur rambutnya.” (Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud).

Dari Aisyah dia berkata : Rasulullah bersabda : “Bayi laki-laki diaqiqahi dengan dua kambing yang sama dan bayi perempuan satu kambing.”(Hadist Shahih Riwayat Ahmad, Tirmidzi dan Ibn Majah).

Waktu Pelaksanaan

Pelaksanaan akikah disunnahkan pada hari yang ketujuh dari kelahiran, ini berdasarkan sabda Nabi 'SAW, yang artinya: “Setiap anak itu tergadai dengan hewan akikahnya, disembelih darinya pada hari ke tujuh, dan dia dicukur, dan diberi nama.” (Hadits riwayat Imam Ahmad dan Ashhabus Sunan, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi).

Bila tidak bisa melaksanakannya pada hari ketujuh, maka bisa dilaksanakan pada hari ke empat belas, dan bila tidak bisa, maka pada hari ke dua puluh satu, ini berdasarkan hadis Abdullah Ibnu Buraidah dari ayahnya dari Nabi S.A.W', dia berkata yang artinya: “Hewan akikah itu disembelih pada hari ketujuh, keempatbelas, dan keduapuluhsatu.” (Hadis hasan riwayat Al Baihaqiy).

Namun setelah tiga minggu masih tidak mampu maka kapan saja pelaksanaannya di kala sudah mampu, karena pelaksanaan pada hari-hari ke tujuh, ke empat belas dan ke dua puluh satu adalah sifatnya sunah dan paling utama bukan wajib, dan boleh juga melaksanakannya sebelum hari ke tujuh.

Aqiqah


Bayi yang meninggal dunia sebelum hari ketujuh disunnahkan juga untuk disembelihkan akikahnya, bahkan meskipun bayi yang keguguran dengan syarat sudah berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya.