Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Latar Belakang Penyebab Adanya Kemiskinan Berdasarkan Tinjauan Filsafat, Empiris dan Normatif

Secara filsafat ada empat kelompok pemikiran besar yang muncul kepermukaan tentang penyebab adanya kemiskinan, yakni:

Kelompok tradisionalis adalah kelompok yang mempercayai bahwa kemiskinan yang diderita umat Islam adalah sebagai takdir Allah. Kelompok tradisionalis ini seolah mengamalkan teologi Jabariyah atau teologi ‘Asy’ari yang salah faham. 

Yakni sifat yang berserah kepaa Allah SWT yang berlebihan. Akibat dari sifat berserah yang berlebihan kurang usaha merubah nasib. Kelompok ini disebut sebagai pengikut ‘Asy’ari yang salah faham, sebab teologi ‘Asy’ari tidak mengajarkan yang demikian kecuali mengajarkan melakukan usaha yang maksimal kemudian serahkan hasilnya akhirnya kepada Allah SWT.

Kelompok Modernis adalah mereka yang mempercayai, bahwa kemiskinan yang diderita umat Islam adalah sebagai akibat dari adanya kesalahan teologi atau mentalitas umat Islam. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa munculnya gerakan modernis merupakan jawaban (respon) terhadap kelompok tradisionalis. 

Menurut mereka cara mengubah kelompok tradisionalis adalah dengan mengubah mentalnya (teologi), gerakan ini dilakukan oleh kaum Mu’tazilah. Jika di Indonesia gerakan kelompok modernis ini adalah dengan cara merubah kebiasaan-kebiasaan bid’ah, kurafat, dan semacamnya, dan dengan mengurangi acara-acara yang bersifat ritual dengan memperbanyak usaha nyata. Sebab menurut kelompok ini tradisi-tradisi semacam inilah yang menjadi sebab miskinnya umat Islam.

Kelompok revivalis atau kelompok yang sering disebut dengan fundamentalis, yaitu kelompok yang mempercayai kemiskinan umat Islam adalah akibat dari sistem ekonomi muslim yang tidak sejalan dengan ajaran Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad SAW. 

Kelompok ini percaya bahwa Islam telah menyediakan norma hidup dalam segala bidang kehidupan, termasuk ekonomi. Maka jalan keluar agar umat Islam dapat Berjaya dan sejahtera hanya dengan cara kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits secara mutlak.

foto: SinarHarapan.Net

Kelompok transformatif yakni mereka yang mempercayai bahwa kemiskinan yang diderita muslim adalah akibat dari ketidakadilan sistem ekonomi. Tujuan dari kelompok ini adalah mentransformasikan struktur yang ada dengan menciptkan tatanan yang lebih baik dalam aspek ekonomi, yakni suatu proses penghapusan ketidakadilan dalam eksploitasi ekonomi. 

Dasar usaha tranformatif ini adalah keyakinan bahwa Islam dipahami sebagai agama keadilan pembebasan dari sistem oppressive dan eksploitatif. Dengan kata lain kemiskinan yang diderita umat Islam adalah sebagai akibat dari sistem ekonomi yang tidak mendukung ekonomi berkeadilan. Untuk mengubah nasib umat dengan demikian adalah dengan cara mengubah sistem ekonomi yang ada.

Secara normative penyebab kemiskinan dibagi menjadi dua kelompok yaitu:
Kemiskinan Kultural yang merupakan suatu kondisi kemiskinan yang terjadi karena kultur, budaya atau adat istiadat yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Kebiasaan masyarakat yang merasa cepat puas akan sesuatu yang telah dicapai, sifat bermalas-malasan dan cara berpikir masyarakat yang kurang rasional dapat menyebabkan terjadinya kemiskinan pada masyarakat kelompok ini. 

Kemiskinan kultural atau ada beberapa ahli yang menyebut dengan budaya kemiskinan. Budaya kemiskinan pada suatu kelompok masyarakat yang menurut pandangan kelompok masyarakat lain kondisinya sangat miskin serba kekurangan dan perlu pertolongan segera, namun kelompok masyarakat itu sendiri merasa biasa-biasa saja bahkan “enjoy” dengan keadaannya. Hal ini lah yang menyebabkan pihak-pihak lain atau kita akan kesulitan untuk mengentaskan kemiskinan pada kelompok ini.

Kemiskinan structural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi alam yang kurang menguntungkan sehingga masyarakat tidak dapat memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk mencapai kesejahteraan. Kondisi alam yang kurang menguntungkan berupa tanah tandus, letak daerah yang terpencil tidak adanya sumber daya mineral dan non mineral serta miskinnya fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan.

Ada beberapa factor yang menyebabkan terjadinya kemiskinan, dimana-mana masing factor saling berkaitan dan memiliki hubungan kausalitas (sebab-akibat). Rendahnya kualitas sumber daya manusia mengakibatkan kualitas kehidupan masyarakat yang rendah pula yang selanjutnya mengakibatkan rendahnya tingkat produktivitas masyarakat. 

Rendahnya produktivitas akan berakibat pada rendahnya pendapatan masyarakat sehingga akumulasi tabungan masyarakat juga akan rendah. Kondisi ini akan berakibat pada rendahnya investasi produktif karena sebagian dana yang digunakan untuk investasi diperoleh dari tabungan masyarakat yang pada gilirannya kembali mengakibatkan rendahnya kualitas sumber daya manusia. Kondisi inilah yang membentuk lingkaran yang tidak berujung pangkal atau sering disebut lingkaran setan kemiskinan (Visious circle of poverty). 

Jadi sebenarnya yang menyebabkan terjadinya kemiskinan adalah msyarakat yang memang dalam kondisi miskin, yaitu miskin sumber daya, miskin produktivitas, miskin pendapatan, miskin tabungan, dan miskin investasi.   

M.Sharp mengidentifkasikan kemiskinan tersebut menjadi tiga penyebab utama kemiskinan yang dipandang dari sisi ekonomi, yaitu pertama, secara mikro kemiskinan terjadi karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang terbatas dan kualitasnya rendah. Kedua, kemiskinan terjadi akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia, kualitas SDM yang rendah berarti produktivitas rendah. 

Dan pada gilirannya upah atau pendapatannya rendah. Rendahnya kualitas SDM ini terjadi karena rendahnya tingkat pendidikan, nasib yang kurang beruntung, adanya diskriminasi, atau keturunan. Ketiga, kemiskinan terjadi sebagai akibat perbedaan akses dalam kepemilikan modal.     

Secara empiris latar belakang yang menyebabkan timbulnya kemiskinan yaitu dapat dilihat dari berbagai dimensi. 

Kemiskinan yang disebabkan berkaitan dengan pembangunan dapat dibedakan menjadi kemiskinan subsisten (kemiskinan sebagai akibat dari rendahnya pembangunan), kemiskinan pedesaan (kemiskinan sebagai akibat peminggiran pedesaan dalam proses pembangunan), kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang disebabkan oleh hakekat dan percepatan pertumbuhan perkotaan), kemiskinan sosial (kemiskinan yang dialami oleh para perempuan, oleh anak-anak dan kelompok minoritas) serta kemiskinan konsekuensial yaitu kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau factor-faktor eksternal diluar si miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan dan tingginya laju jumlah penduduk melebihi laju jumlah pendapatan nasional. 

Apabila ditelusuri lebih lanjut dari sebab dan akibatnya maka dapat disimpulkan bahwa mereka miskin memang karena ia miskin. Logika cara berpikir ini pernah dikembangkan oleh Ragnar Nurkse, yang mengatakan bahwa Negara miskin itu miskin karena dia miskin (a poor country is poor because it is poor).