Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Perkembangan Riba dalam Tradisi Yunani

Aristoteles seorang filsuf Yunani yang sangat terkenal masa itu adalah seorang filsuf yang sangat gemar mengkampanyekan penentangan terhadap praktek riba. Ia selalu mempropaganda masyarakat Yunani agar membenci praktek riba.

Ia membantah pendapat yang menyatakan bahwa riba bisa membuat harta lebih produktif. Ia beragumen bahwa tujuan utama harta adalah sebagai alat pertukaran maka praktek riba tidak boleh terjadi. Ia sendiri membatasi dirinya dari ketergantungan terhadap harta. Ia menganjurkan orang Yunani agar tidak terlalu bergantung pada harta benda yang jumlahnya terbatas dalam perniagaan. Dari sinilah muncul pendapatnya yang menyatakan bahwa harta itu mandul, tidak bisa diperbaharui.

Selain Aristoles, Plato juga temasuk seorang filsuf Yunani yang menolah praktek riba. Hal ini tertulis dalam bukunya al-jumhuriyah al-fadhillah yang menyatakan bahwa mengambil bunga sebagai perbuatan yang tidak sesuai norma.

Filsuf lain yang menolak riba adalah Dimostan, ia mengatakan bahwa pemberi pinjaman memang berada pada posisi yang kuat, sedangkan yang meminjam uang berada pada posisi lemah. Maka pemberi hutang dengan leluasa akan memberlakukan aturan dalam pinjaman yang ia berikan dan peminjam akan merasa tertekan dengan aturan yang ditetapkan.

Pada masa Yunani, riba muncul dalam beraneka ragam bentuk. Seperti, pinjaman barang darat dan pinjaman barang laut. Kedua jenis pinjaman ini memiliki resiko masing-masing, tapi resiko pada barang kedua lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh kesulitan peminjam untuk mengembalikan barang pinjamannya karena berada dalam perjalanan laut sementara waktu terus berjalan dan menyebabkan besar bunga pinjaman terus naik.

Bunga yang ditetapkan pada pinjaman laut pun terbilang sangat tinggi yaitu mulai 20% sampai dengan 60% tergantung pada tanggungan peminjam dan lama perjalanan laut yang ditempuh. Sedangkan untuk bunga pinjaman darat berkisar antara 12% sampai dengan 18%.


Orang-orang Yunani terbiasa meminta bunga bagi orang yang terlambat melunasi pinjamannya. Mereka juga memotong lebih dulu pinjamannya baru kemudian menagih bungannya. Misal, jika seseorang meminjam 100 bunganya 20 maka orang yang memberi utang akan memotong dulu 20 baru kemudian ia menerima 80. Akan tetapi utang orang tersebut tetap dihitung 100.